Imam Syafi'i sejak lama mengajarkan kepada bukan soal seberapa banyak waktu yang telah berlalu dan yang telah ia perbuat. Namun, setegar apa kita melewati waktu tersebut. Jangan-jangan sampai usia kita kini, yang sudah berbilang banyak, namun hanya sedikit kemanfaatan yang bisa kita torehkan sepanjang usia ini.
Tahun baru kembali menyapa kita, sebuah momen yang pasti datang tiap tahunnya. Sebuah momen yang harus disikapi dewasa oleh kita terutama santri. Sebab, sebagian besar orang memaknai tahun baru dengan pesta, hura-hura dan berbagai kesenangan lain. Banyak orang mengisi malam tersebut dengan hal-hal yang sangat membuat hati miris seperti bakar kembang api, bakar-bakar dan hura-hura lain. Padahal pada hari itu, kesempatan kita dan jatah usia kita kembali berkurang secara signifikan.
Banyak orang berkata setahun tak apa terjebak macet dimana mana. Keluar uang puluhan juta bahkan miliaran rupiah asal dapat berpesta.
Padahal jika kita mau berhitung soal jatah hidup dan umur kita. Misal hanya sampai 2020 saja. 20 tahun lah kirakira. Dan sekarang kita di 18 tahun usia. Berarti 2018 ini tinggal 2 tahun lah saja usia kita tersisa. Dan ketika 2017 bergulir menyapa. Bukan kah umur kita semakin dikit saja. Sisa setahun saja. Kehilangan setahun kita punya usia. Makin sedikit pula. Di ini malam yang paling ditunggu manusia sejagad raya. Malam berkurangnya jatah usia. Tak peringati seolah tak afdol dan tak lengkap, padahal malam itu adalah momen berkurangnya usia kita.
Kalau kita beranalogi pernahkah kita bahagia saat uang sepuluh juta kita punya. Hilang dicopet walau sejuta saja. Tiup terompetkah kita? Lucu rasanya. Dan mungkin tidak ada. Lucu kiranya jika kita punya tetangga seharian tiup terompet dan berpesta. Karena alasan hilang motornya atau hilang duitnya. Tak akan rasanya kita berpesta saat gaji kita dipotong begitu saja. Rasanya mustahil ada momen seperti ini pada kita. Tak akan rasanya bahagia kita kehilangan harta. Kekurangan uang dan benda. Tak kan membuat kita hura hura. Dan ini perihal usia, umur, jatah hidup di dunia. Berkurang, lantas kita hura-hura, berfoya dan berbahagia. Rasanya Bukan kah kita paham semua bahwa malaikat maut datang pada kita tak pandang berapa kita punya usia. Sudah siap atau belum kita, tua atau muda, miskin atau kaya. Sedang susah atau bahagia. Mohon dimaafkan kiranya. Banyak yang sudah tua. Bertahun tahun sakit tak punya kuasa dan tenaga.. Tak kunjung Gusti Alloh panggil dia punya ruh dan nyawa. Giliran anak muda, gagah perkasa.. Tampan rupanya.. Segar perawakannnya. Saat Gusti Alloh ingin kan dia pulang menghadap sang kuasa. Barangkali cukup jalan raya jadi wasilahnya. https://andidates.com Kalau sudah waktunya. Muda bukan alasan menolak kematian dan bertahan di dunia. Uang mu tak mampu menghalangi waktu keluarnya nyawa. Jabatan ayah kita tak berarti apa apa. Masih kita mau berbahagia.
Sepertinya kita lebih paham apa yang harus jadi upaya. Untuk diperbuat dan di kerjakan menyikapi berkurangnya usia. Terutana pengurangan jatah umur kita. Yuk sama sama belajar bersama.. Mari lah kita berprioritas untuk kehidupan yang selama-lamanya. Disini di dunia. Sekedar saja. Toh paling hanya beberapa puluh tahun saja. Akhirat yang abadi dan kekal lamanya. Harus lah yang kita perjuangan kan tak terkira. Bukan dunia yang hitungan tahun saja.
Selamat berkurang jatah di dunia ? Masih mau dirayakan dengan hura-hura?
Mudah-mudahan Allah Ta'ala senantiasa menjaga kita semua.