Berita

Berita dan Informasi Kepesantrenan

(1 Vote)

Kartini dan Gurunya Mbah Yai Soleh Darat, Sisi Lain Sejarah yang Terlupakan. (Makna Sesungguhnya Habis Gelap Terbitlah Terang) Featured

Kabir Al-Fadly April 21, 2018
Kartini dan Gurunya Mbah Yai Soleh Darat
Sisi Lain Sejarah yang Terlupakan. 
(Makna Sesungguhnya Habis Gelap Terbitlah Terang) 
 
 
Terinspirasi dari Buku KH. Soleh Darat, Maha Guru Para Ulama Besar Nusantara
 
 
21 April, rutin dan tidak pernah lupa diperingati sebagai Hari Kartini. Sebagai wujud syukur dan mengenang seorang tokoh wanita pembaharu di era kolonial Indonesia. Kartini, adalah seorang yang teguh pendirian, cakap keilmuan, luas cakrawala pemikiran, dan maju dalam berpandangan. Sikap tersebut bukan hanya menjadikan beliau sebagai tokoh emansipasi wanita Indonesia secara simbolik namun terus dikenang dan dilestarikan sikap-sikapnya hingga zaman milenial sekarang. Bahkan tembus dalam segala aspek kehidupan kaum wanita Indonesia, mulai dari kaum moderat, tradisional, sekuler, pesantren dan lapisan kaum wanita yang lain. 
 
Lapisan wanita pesantren (santri-santri putri) yang bergelut dengan dunia kepesantrean, seyoyanya banyak mengambil 'itibar dari kisah hidup sosok wanita yang inspiratif ini. Pemikirannya tembus segala lapisan masyarakat dan terbang melintas zaman hingga era modern sekarang. Konsep wanita berkemajuan dan anti-diskriminasi yang dibawa Kartini beririsan dengan konsep Islam yang mengagungkan kaum wanita yang sebelumnya sudah dikampanyekan oleh Junjungan kita Baginda Nabi Besar Muhammad SAW yang telah mendobrak sebuah dinding yang mengekang kaum wanita dalam sebuah ruang keterasingan dan pandangan sebelah mata terhadap andil kaum wanita. Padahal wanita menjadi elemen yang sangat subtantif dan inti dalam segala aspek kehidupan. 
 
Wanita merupakan ukuran maju dan tidaknya sebuah peradaban, sebab darinya generasi dilahirkan dan generasi dibesarkan. Darinya jugalah generasi diberdayakan, dididik dan dikuatkan dalam sebuah sistem yang hanya bisa dikerjakan oleh kaum wanita. Semangat Rosul tersebut seolah diteruskan secara lantang oleh Kartini, seorang perempuan Bangsawan Jawa yang pemikirannya menembus bahkan hingga ke Barat. 
 
Surat-suratnya begitu kental dan menginspirasi banyak orang. Pemikirannya menghipnotis semua kalangan. Sikap teguhnya membuat siapapun tertegun ketika menyaksikannya. Namun, dibalik semua pergerakannya yang banyak ditulis dalam sejarah. Ada sesuatu yang luput dari kacamata sejarah. Bahwasanya Kartini adalah seorang Muslimah kuat dan teguh beraqidah serta berkeyakinan. 
 
Pernyataan demikian dapat dirunut berdasarkan beberapa indikasi yang menguatkan. Sedikit diketahui, bahwa selain Kartini adalah seorang priyayi, Kartini juga seorang keturunan Kyai di Jepara. Ibunya Nyai Ngasirah adalah seorang putri dari Kyai Madirono dan Nyai Siti Aminah. Maka pantas jiwa Keislaman tertanam dalam diri Kartini. Selain karena garis keturunannya yang kyai-sentris, pemikiran Kartini yang terbuka menyebabkan ia sungguh-sungguh mencari pemahaman haqiqi tentang Islam. 
 
Sebelumnya, pemahaman Kartini sedikit sempit tentang Islam dan cenderung kaku. Hingga pada akhirnya ia bertemu dengan seorang Ulama Besar dari Darat, Semarang Mbah Yai Soleh bin Umar pada sebuah pengajian di rumah pamannya Bupati Demak. Kartini tertegun melihat Mbah Yai Soleh Darat yang begitu luas cakrawala keilmuan Islamnya dan begitu luwes menyampaikannya kepada jama'ah. Waktu itu Kyai Soleh Darat sedang memberikan ceramah tentang tafsir Surah Al-Fatihah. 
 
Menyaksikan pengajian tersebut pemahaman Kartini menjadi terbuka sebab tidak pernah ia temui seseorang yang mampu merefleksikan Fatihah ke dalam kehidupan sehari-hari secara sederhana. Selama ini Kartini gelap tentang makna Qur'an termasuk Fatihah, qur'an hanya sekedar bacaan bagi sebagian besar masyarakat Jawa ketika itu. Ceramah ini seolah menjadi jawaban atas gundah-gulananya hati Kartini yang merasa sebagian besar orang-orang enggan menafsirkan Al-Qur’an dan sekedar membaca tanpa mengerti maknanya. 
 
Kegundahan dan kepuasan hati Kartini disampaikan langsung kepada Kyai Soleh dan hingga pada akhirnya mengutarakan kepada Kyai Soleh untuk menulis sebuah tafsir ke dalam bahasa Jawa. Sebuah tugas berat, selain karena memang saat itu penulisan terhadap Tafsir Qur'an dilarang keras Belanda. Pada akhirnya atas Rahmat Allah dan Keluasan Hati serta Ilmu Mbah Yai Soleh dan 'paksaan' Kartini. Lahirlah sebuah Tafsir Qur'an Faidur-Rohman karangan Mbah Yai Soleh Darat yang ditulis dengan menggunakan Arab-Jawa (Pegon) sebagai ikhtiar atas ancaman Belanda. Sebuah terobosan besar dalam dunia tafsir nusantara, sebab ditulis dalam bahasa Jawa. Namun sayang, belum selesai Tafsir tersebut ditulis, saat sampai pada Surah Ibrohim sang Musonnif terlebih dahulu dipanggil oleh Mpunya Kehidupan dan pergi menuju Rahmat-Nya. 
 
Pemikiran ilmu Kyai Soleh Darat sedikit banyak memengaruhi pikiran Kartini dan menambah teguh keyakinannya terhadap agama. Bahkan buku Habis Gelap Terbitlah Terang merupakan refleksi dari beberapa Ayat Qur'an yang memiliki redaksi membawa manusia dari kegelapan menuju terang benderang dan juga gelapnya pemahaman Kartini tentang Qur'an khususnya Fatihah sebelum berjumpa Mbah Yai Soleh Darat. Perjumpaan tersebut menjadi sababiyah terangnya hati dan pikiran Kartini dalam melihat Kitab Suci Al-Qur’an dan refleksi untuk memahamimya lebih-lebih menjalankannya dalam kehidupan sehari-hari. 
 
Terbanglah tinggi, para wanita Indonesia. Setinggi-tingginya, setinggi terbangnya surat-surat dan cita-cita Kartini. 
 
Selamat Hari Kartini
Read 7641 times Last modified on Wednesday, 13 February 2019 14:41

Cari

Pengunjung

17168424
Hari ini
Minggu Lalu
Bulan lalu
Semua
3740
17073419
330507
17168424

Your IP: 216.73.216.85
2025-10-08 04:02

Instagram